Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Merengkuh Pagi

Gambar
Pada gejolak perangkum riak yang bergerak, aku kembali Menerka luka di sepanjang sunyi yang tergulung decit besi rel kereta api beradu kesedihan, dalam lintas antara hinggap yang lepas dan luka yang pantas Di situlah aku menjalin senyap merawat harap tempat tubuh meretas lumpuh ingatan yang masih butuh pelukan yang telah runtuh separuh yang tak lagi utuh ramai hanya puing mahkota bisu tempat jiwa menitip raga menjaga yang tak terjaga mengasihi yang tega mendamba suci dalam jelaga di situlah aku merekat patah mengikat langkah balut rangka bergelut duka berdamai dengan andai menerima yang tak kuterima mengemas tanpa memelas kangen hanya bising dalam kilau beling pendar yang mengoyak sadar mencekik yang telah tercabik menyiksa yang tak lagi merasa menempa yang telah hampa dan cukup di situlah aku menitip pesan dalam doa peraduan agar kau tetap senang bahagia, tercukupi, sehat dan tak kekurangan biar aku yang menempa diri hingga ke belantara tersembuny

Sudah saatnya

Gambar
Deru... Jengah... Napas... Arah... Adakalanya kita harus menepi dari rutinitas Meraih kembali makna bebas Menemukan diri kita pada titik dalam detik tanpa batas Sebab diantara semua rasa penat akan selalu ada yang melintas Tawa kecil di waktu lalu Suap demi suap masakan ibu Juga rentetan senyum yang membuat kita tertunduk malu Waktu... Berubah... Rindu... Melangkah.. Usia bertambah, begitu pula kisah Cinta.. Luka.. Tangis.. Tawa.. Bergantian mendaur ulang rasa Kita terjebak dalam gerak tanpa jejak Dan hati kita sampai pada pertanyaan mau sampai kapan? Pada akhirnya kita harus berhenti mengenang dan mulai bertualang Meraih kembali makna pulang Membawa diri kita pada rela atas semua yang hilang dan seluruh yang datang. Percaya, yang terlepas akan berganti dan yang bertahan akan abadi Karena raga bisa berpindah, namun hati akan selalu menetap Sudah saatnya pergi hati kita layak dicintai Karya : SuarAksara https://youtu.be/hq-VZmQ9kUU

Pemilik Keriuhan

Gambar
Gerakanmu kian hari kian melamban Entakkan kakimu tidak setegas dulu lagi Mungkin terlalu dini untukmu melemahkan diri Pikiran yang mementingkan diri sendiri juga ikut menjarahmu Ilmu tentang kemanusiaan yang dulu terprinsip kini sudah luruh Tempat yang kau ingin cuman tahta kesendirian Anak kencur yang mau belajar itu terabaikan oleh sikap keakuan Konspirasi bermunculan berdasar atas namamu Oleh mereka yang hidup karena libidomu Mahatma juga mereka kuasai Implikasi dari pekatnya hidrogen di Jupiter Sampai lupa bahwa untuk hidup mereka harus dengan oksigen Arah dan destinasi tersingkir karena itu Ranah kebenaran yang semula terarah kini sengsara Intensifitas yang mereka lakukan cuman leyeh Akibat lelah mengikis dolar pemerintah Termaktup dalam wacana-wacana pribumi Untuk itu, para pujangga hanya berkoar lewat sajak Nestapa dan keresahan menjadi bahannya Mungkin karena lelah menjerit menuntut kebenaran. Penulis